Info kilasan – Dengan pesatnya perkembangan kendaraan listrik (EV), dunia kini semakin berfokus pada pengembangan dan produksi baterai EV. Proyeksi menunjukkan bahwa produksi baterai EV akan melonjak mencapai 8,8 ribu GWh pada tahun 2040, dengan pertumbuhan signifikan pada periode 2030 hingga 2040. Peningkatan ini menuntut perhatian khusus pada pengamanan pasokan bahan baku baterai, terutama di negara-negara ASEAN yang kaya akan sumber daya penting seperti nikel, bauksit, dan timah.
Reynaldi Istanto, Direktur Hubungan Kelembagaan Indonesia Battery Corporation (IBC), menjelaskan bahwa potensi regional ini bisa dimaksimalkan melalui kolaborasi strategis yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan inovasi teknologi. Berikut adalah tiga strategi utama yang dapat diadopsi untuk mempercepat pengembangan industri baterai di ASEAN:
“Baca juga: Pertumbuhan Ekspor Jakarta 2025 di Proyeksi Naik”
Negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, memiliki kekuatan besar dalam penyediaan bahan baku baterai, terutama nikel. Fokus utama harus pada pengembangan industri baterai berbasis nikel, yang merupakan bahan baku kunci dalam pembuatan baterai EV. Dengan memanfaatkan potensi nikel secara optimal, kawasan ini dapat meningkatkan produksi baterai secara signifikan dan memenuhi permintaan global yang terus berkembang. Inisiatif untuk mengembangkan teknologi dan fasilitas produksi baterai berbasis nikel di ASEAN akan menjadi langkah strategis untuk mengamankan posisi kawasan dalam pasar baterai global.
Langkah selanjutnya adalah memperkuat rantai pasokan dan fokus pada hilirisasi bahan baku. Ini mencakup pengembangan infrastruktur untuk pengolahan bahan baku seperti nikel, bauksit, dan timah menjadi komponen baterai yang siap pakai. Hilirisasi yang efektif akan memastikan bahwa bahan baku lokal dapat diolah dan digunakan secara maksimal dalam produksi baterai. Kolaborasi antara negara-negara ASEAN dalam hal ini akan meningkatkan efisiensi rantai pasokan dan mendukung pertumbuhan industri baterai secara keseluruhan.
Terakhir, penting untuk mengembangkan ekosistem industri baterai yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Ini mencakup seluruh proses mulai dari penambangan bahan baku, peleburan atau pemurnian, pembuatan precursor material (PCAM), hingga produksi baterai dan fasilitas manufaktur EV. Dengan membangun ekosistem terintegrasi, ASEAN dapat menciptakan industri baterai yang lebih efisien dan berkelanjutan, serta siap memenuhi kebutuhan pasar global. Indonesia, khususnya, memiliki komitmen kuat dalam hal ini dan telah memulai langkah-langkah strategis melalui pembentukan IBC pada tahun 2021.
“Simak juga: Pinjaman Online di Indonesia, 129 Juta Orang dan Total Rp 874 T”
Indonesia Battery Corporation (IBC) berperan sebagai pemain kunci dalam pengolahan hilir bahan baku baterai. Dengan fokus awal pada nikel dan rencana untuk merambah ke material penting lainnya seperti mangan dan kobalt. Proyek-proyek IBC tidak hanya bertujuan untuk memproduksi baterai tetapi juga untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi (ESS) di pasar Indonesia.
IBC telah membentuk berbagai kemitraan global dan terbuka untuk kolaborasi lebih lanjut dengan mitra dari ASEAN. Kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem EV di kawasan dan memastikan bahwa Indonesia. Dapat memenuhi permintaan pasar dengan produk baterai berbasis NMC yang berkualitas tinggi.
Dengan strategi ini, IBC dan negara-negara ASEAN dapat memajukan energi terbarukan di Asia Tenggara. Menciptakan peluang baru dalam industri baterai, dan berkontribusi pada transisi global menuju solusi energi yang lebih berkelanjutan.